Jumat, 10 Februari 2012

Tidak Akan Masuk Surga Hingga Utangnya Terbayar


Alhamdulillah, Segala puji hanya bagi Allah Tabaroka Wa Ta’ala. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi kita, Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam, keluarga beliau, sahabat beliau dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik.
Saudaraku -pembaca yang dirahmati Allah- insya Allah pada edisi kali ini kita akan mencoba membahas satu masalah dalam kehidupan kita yaitu masalah Utang. Hal ini perlu -menurut penulis- untuk dibahas karena sebagian besar manusia khususnya kaum muslimin saat ini telah meremehkan masalah ini. Sering kita mendengar ucapan “Ahh cuma 1000 rupiah (sedikitnya hutang) saja lho” atau “Nanti pasti ku bayar (ternyata sampai beberapa tahun tidak dibayar)”, maka dari itu semoga tulisan ini dapat menggugah hati kita untuk tidak meremehkan masalah utang.
Peringatan Keras Tentang Perkara Utang
1.     Ruh tergantung hingga utangnya dibayarkan
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam beliau bersabda : “Ruh sorang mukmin itu tergantung kepada utangnya hingga dibayarkan utangnya.” Shahih, HR. Ahmad, at-Tirmidzi, ad-Darimi, Ibnu Majah, dan al-Baghawi. Imam al-Munawi rahimahullah berkata, “Jiwa seorang mukmin, maksudnya : ruhnya tergantung setelah kematiannya dengan utangnya. Maksudnya, terhalang dari dari kedudukannya yang mulia yang telah disediakan untuknya, atau (terhalang) dari masuk surga bersama rombongan orang-orang yang shalih.” Faidhul Qadiir (hal.375)
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah berkata, ‘Yakni, jiwanya ketika di dalam kubur tergantung pada utang atas dirinya seakan-akan –wallahu a’lam- merasa sakit karena tertundanya penyelesaian utangnya. Dia tidak merasa gembira dan tidak lapang dada dengan kenikmatan untuknya karena masih memiliki kewajiban membayar utang. Oleh karena itu kita katakan: wajib atas para ahli waris untuk segera dan mempercepat penyelesaian utang-utang si mayit.” Syarh Riyadish Shalihin karya Syaikh Utsaimin, (IV/563)
2.     Tidak Masuk Surga Hingga Lunas Utangnya
Dari Muhammad bin Jahsy radhiallahu’anhu, ia berkata, ‘Pada suatu hari, kami duduk-duduk bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam sedang menguburkan jenazah. Beliau menengadahkan kepalanya ke langit kemudian menepukkan dahi beliau dengan telapak tangan seraya bersabda, “Subhanallah, betapa berat ancaman yang diturunkan.” Kami diam saja namun sesungguhnya kami terkejut. Keesokan harinya aku bertanya kepada beliau, ‘Wahai Rasulullah! Ancaman berat apakah yang turun?’ Beliau menjawab, “Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya seorang laki-laki terbunuh fii sabilillaah (jihad dijalan Allah) kemudian dihidupkan kembali kemudian terbunuh kemudian dihidupkan kembali kemudian terbunuh sementara ia mempunyai utang, maka ia tidak akan masuk surga hingga ia melunasi utangnya.”’ Hasan, HR. an-Nasa-i, Ahmad, al-Hakim, dan al-Baghawi
3.     Diampuni Seluruh Dosa Kectali Utang
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash radhiallahu’anhuma bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam bersabda, “Orang yang mati syahid diampuni seluruh dosanya, kecuali utang.” Shahih, HR. Muslim
4.     Utang termasuk membahayakan Diri Sendiri
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiallahu’anhu bahwa ia mendengar Rasulullah Shallallahu ’alaihi Wa Sallam bersabda, “Janganlah kalian membahayakan diri kalian setelah mendapatkan keamanan!” Mereka (para sahabat) bertanya, ‘Bagaimana itu wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab, “Yaitu dengan utang.” Hasan, HR. Ahmad, Abu Ya’la, al-Hakim, al-Baihaqi, dan selainnya.
5.     Utang yang tidak di bayar di dunia, kelak di akhirat akan dibayar dengan amal kebaikan dan kejelekan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam bersabda, “Barang siapa meninggal dunia sedangkan ia masih memiliki tanggungan utang, sedang di sana (di akhirat) tidak ada dinar tidak juga dirham, akan tetapi yang ada hanya kebaikan dan kejelekan.” Shahih, HR. Ahmad, al-Hakim dari Ibnu Umar radhiallahu’anhuma.
Perhatikan wahai saudaraku -kaum muslimin yang dirahmati Allah- bagaimana ancaman yang begitu keras bagi mereka yang tidak membayar utang. Semoga Allah melindungi kita dari lilitan utang dan memudahkan kita dalam membayar utang. Amin
Adab-adab Orang yang Berutang :
1.     Meluruskan niat dan tujuannya dalam berutang
Misalnya, berutang dengan tujuan untuk membayar biaya rumah sakit atau membayar iuran sekolah anaknya, atau karena tidak mampu untuk memberi nafkah karena ia sedang tidak punya uang.
2.     Tidak berutang kecuali dalam keadaan darurat
Jangan berutang kecuali dalam keadaan darurat, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam bersabda, “Seseorang senantiasa meminta-minta kepada orang lain sehingga ia akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan tidak ada sekerat daging pun di wajahnya.” Muttafaqun ‘alaihi, HR. Bukhari, Muslim
Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam juga bersabda, “Barang siapa meminta harta kepada orang lain untuk memperkaya diri, maka sungguh, ia hanyalah meminta bara api, maka silakan ia meminta sedikit atau banyak.” Shahih, HR. Muslim, Ahmad, dll.
3.     Berniat melunasi Utang
Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam bersabda, “Barang siapa meminjam harta orang lain dengan niat mengembalikannya niscaya Allah akan mengembalikannya untuknya. Dan barang siapa meminjam harta orang lain untuk memusnahkannya niscaya Allah akan memusnahkan dirinya.” Shahih, HR. Bukhari
Dari Shuhaib bin al-Khair radhiallahu’anhu, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam, beliau bersabda, “Siapa saja yang berutang, sedang ia berniat tidak melunasi utangnya maka ia akan bertemu Allah sebagai seorang pencuri.” Shahih, HR. Ibnu Majah
4.     Berusaha untuk berutang kepada orang yang kaya/mampu dan baik
5.     Berutang sesuai kebutuhan
Seorang muslim janganlah meremehkan masalah utang karena bisa jadi seseorang meninggal dunia dalam keadaan berutang. Oleh karena itu, usahakan meminimalkan utang, yaitu berutang sekadar untuk memenuhi kebutuhan.
6.     Wajib memenuhi janji dan berkata jujur serta baik kepada orang yang meminjamkan uang atau barang kepada kita
Allah Ta’ala berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah janji-janji…” QS. Al Maidah : 1. Allah Ta’ala juga berfirman, “…Dan penuhilah janji karena janji itu pasti diminta pertanggung jawabannya.” QS. Al Isra’ : 34
Seharusnya orang yang meminjam uang berbuat baik kepada orang yang memberikannya pinjaman, yaitu dengan memenuhi janji dan membayarnya tepat pada waktunya. Kalau ia belum mampu bayar maka sampaikan dengan kata-kata yang baik dan permohonan maaf bahwa ia belum mampu bayar.
7.     Wajib membayar utang tepat waktu dan tidak menundanya
Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam bersabda, “Menunda-nunda (pembayaran utang) dari orang yang mampu adalah kedzaliman.” Shahih, HR. Bukhari, Muslim
8.     Memberi kabar kepada orang yang memberi utang jika belum mampu membayar
9.     Orang yang berutang harus mencari jalan keluar untuk melunasi utangnya
Tidak boleh diam saja atau berpangku tangan, dia harus berusaha keras menguras tenaga dan fikirannya bagaimana ia dapat melunasi utang-utangnya dengan cara yang baik. Jangan berputus asa, karena itu termasuk dosa besar dan sesat. Allah Ta’ala berfirman, “Tidak ada yang berputus asa dari rahmat Rabb-Nya, kecuali orang yang sesat.” QS. Al Hijr : 56
10.  Mendoakan kebaikan untuk orang yang meminjamkan sesuatu kepada kita dan berterima kasih
Adab-adab Orang yang Memberikan Utang
a.     Memberi kelapangan, kemudahan dan keringanan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam bersabda, “…Barang siapa memudahkan (urusan) orang yang kesulitan (dalam masalah utang), maka Allah memudahkan baginya (dari kesulitan) di dunia dan akhirat…” Shahih, HR. Muslim
b.     Bersikap baik dalam menagih utang
Apabila orang yang memberi utang datang meminta haknya, hendaklah ia bersikap lemah lembut dan berakhlak mulia dalam menagihnya. Janganlah membentak dan melontar cacian, laknat, dan lainnya terhadap orang yang berutang. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam bersabda, “Allah merahmati orang yang mudah ketika menjual, membeli, dan meminta haknya.” Shahih, HR. Bukhari dari Jabir bin ‘Abdillah radhiallahu’anhuma
c.     Memberikan tempo kepada yang tidak mampu bayar
Berdasarkan firman Allah, “Dan jika (orang yang berutang) itu dalam kesulitan, maka berilah tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Dan jika kamu menyedekahkan, itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” QS. Al Baqarah : 280
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam bersabda, “Barang siapa memberi tempo waktu kepada orang yang berutang yang mengalami kesulitan membayar utang, maka ia mendapatkan sedekah pada setiap hari sebelum tiba waktu pembayaran. Jika waktu pembayaran telah tiba kemudian ia memberi tempo lagi setelah itu kepadanya, maka ia mendapat sedekah pada setiap hari semisalnya.” Shahih, HR. Ahmad, Ibnu Majah, al-Hakim dari Buraidah radhiallahu’anhu
d.     Jika orang yang berutang tidak mungkin untuk membayar dan kita telah melihat keadaan keluarga dan usahanya maka yang terbaik adalah membebaskan utangnya
Sebagaimana firman Allah di atas, “…Dan jika kamu menyedekahkan, itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” QS. Al Baqarah : 280.
Dari Abu Qatadah radhiallahu’anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam bahwa beliau bersabda, “Barang siapa yang senang diselamatkan oleh Allah dari kesusahan pada hari Kiamat, maka hendaklah dia memberikan kemudahan kepada orang yang kesulitan membayar utang atau dia menghapuskan utang itu darinya.” Shahih, HR. Muslim
Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam bahwa beliau bersabda, “Barang siapa memberikan tempo kepada orang yang kesulitan membayar utang atau menghapuskan utang itu darinya, maka pada hari Kiamat Allah akan menaunginya di bawah naungan ‘Arsy-Nya pada hari dimana tidak ada naungan kecuali naungan-Nya.” Shahih, HR. at-Tirmidzi, lihat Shahih At-Targhib wat Tarhib
e.     Tidak boleh menarik manfaat atau keuntungan dari pinjamannya tersebut
Utang piutang tidak boleh mendatangkan keuntungan karena tujuan dari utang piutang adalah untuk memudahkan kaum muslimin, membantu mereka, dan menolong mereka, sedangkan manfaatnya bagi orang yang meminjamkan uang berarti ia telah berbuat baik dan mengharapkan pahala di sisi Allah Ta’ala. Misalnya : “Izinkan aku tinggal di rumahmu maka aku akan berikan pinjaman uang kepadamu” atau “Uang yang aku pinjamkan jika kamu ganti harus dilebihkan, misalnya pinjam Rp 500.000 harus diganti Rp 600.000 atau malah bunganya berlipat ganda setiap kali dia tidak mampu bayar” inilah yang diharamkan yaitu adanya riba/tambahan dalam transaksi pinjam meminjam.
Allah Ta’ala berfirman, “Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang-orang yang kemasukan setan karena gila…” QS. Al Baqarah : 275
Allah juga berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” QS. Al Baqarah : 278-279
Rasulullah bersabda, “Satu dirham hasil riba yang dimakan oleh seseorang sedangkan ia mengetahuinya, itu lebih berat (dosanya) daripada 36 kali berzina.” Shahih, HR. Ahmad, ath-Thabrani, dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih at-Targhib wat Tarhib
Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiallahu’anhuma, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam melaknat orang yang memakan riba, orang yang memberi makan riba (yakni : orang yang meminjam/utang dengan system riba), pencatat (transaksi) riba, dan saksi atas transaksi tersebut. Dan beliau bersabda, “Dosa mereka adalah sama.”” Shahih, HR. Muslim.
Beliau Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam juga bersabda, “Apabila riba dan zina telah merajalela dalam satu masyarakat, maka mereka telah menghalalkan adzab Allah atas diri mereka.” Hasan Lighairihi, HR. Al-Hakim dan ath-Thabrani
Inilah sedikit pembahasan yang dapat kami uraikan. Sebenarnya masih ada bab - bab lainnya yang berkenaan dengan utang, tetapi karena terbatasnya media mungkin di lain kesempatan kita akan coba bahas lebih luas lagi. Semoga Allah jadikan amal ini ikhlas karenaNya. Dan kepada Allah penulis mengharap ridho dan pahala. Wallahu a’lam. Washallallahu ‘ala nabiyyina Muhammadin.

“Sungguh beruntung orang yang masuk Islam, diberikan rezeki yang cukup, dan dia merasa puas dengan apa yang Allah berikan kepadanya” HR. Muslim

 
Maraji’ :
-      Ruh Seorang Mukmin Tergantung pada Utangnya oleh Al Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas hafidzahulllah
-      dll

Tidak ada komentar:

Posting Komentar