Alhamdulillah, Segala
puji hanya bagi Allah Tabaroka Wa Ta’ala.
Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi kita, Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam, keluarga
beliau, sahabat beliau dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik.
Saudaraku -pembaca yang dirahmati Allah- insya
Allah pada edisi kali ini kita akan mencoba membahas satu masalah dalam
kehidupan kita yaitu masalah Utang.
Hal ini perlu -menurut penulis- untuk
dibahas karena sebagian besar manusia khususnya kaum muslimin saat ini telah
meremehkan masalah ini. Sering kita mendengar ucapan “Ahh cuma 1000 rupiah (sedikitnya hutang) saja lho” atau “Nanti pasti ku bayar (ternyata sampai
beberapa tahun tidak dibayar)”, maka dari itu semoga tulisan ini dapat
menggugah hati kita untuk tidak meremehkan masalah utang.
Peringatan Keras Tentang Perkara Utang
1. Ruh
tergantung hingga utangnya dibayarkan
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam beliau
bersabda : “Ruh sorang mukmin itu tergantung kepada utangnya hingga dibayarkan utangnya.”
Shahih, HR. Ahmad, at-Tirmidzi, ad-Darimi,
Ibnu Majah, dan al-Baghawi. Imam al-Munawi rahimahullah berkata, “Jiwa seorang mukmin, maksudnya : ruhnya
tergantung setelah kematiannya dengan utangnya. Maksudnya, terhalang dari dari
kedudukannya yang mulia yang telah
disediakan untuknya, atau (terhalang) dari masuk surga bersama rombongan
orang-orang yang shalih.” Faidhul Qadiir
(hal.375)
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah berkata, ‘Yakni, jiwanya ketika di dalam kubur
tergantung pada utang atas dirinya seakan-akan –wallahu a’lam- merasa sakit karena tertundanya penyelesaian utangnya.
Dia tidak merasa gembira dan tidak lapang dada dengan kenikmatan untuknya
karena masih memiliki kewajiban membayar utang. Oleh karena itu kita katakan: wajib atas para ahli waris untuk segera dan
mempercepat penyelesaian utang-utang si mayit.” Syarh Riyadish Shalihin karya Syaikh Utsaimin, (IV/563)
2. Tidak
Masuk Surga Hingga Lunas Utangnya
Dari
Muhammad bin Jahsy radhiallahu’anhu,
ia berkata, ‘Pada suatu hari, kami duduk-duduk bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam sedang
menguburkan jenazah. Beliau menengadahkan kepalanya ke langit kemudian
menepukkan dahi beliau dengan telapak tangan seraya bersabda, “Subhanallah, betapa berat ancaman yang
diturunkan.” Kami diam saja namun sesungguhnya kami terkejut. Keesokan harinya
aku bertanya kepada beliau, ‘Wahai Rasulullah! Ancaman berat apakah yang
turun?’ Beliau menjawab, “Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya,
seandainya seorang laki-laki terbunuh fii
sabilillaah (jihad dijalan Allah) kemudian dihidupkan kembali kemudian
terbunuh kemudian dihidupkan kembali kemudian terbunuh sementara ia mempunyai
utang, maka ia tidak akan masuk surga hingga ia melunasi utangnya.”’ Hasan, HR. an-Nasa-i, Ahmad, al-Hakim, dan
al-Baghawi
3.
Diampuni Seluruh Dosa Kectali Utang
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash radhiallahu’anhuma bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam bersabda, “Orang yang mati syahid
diampuni seluruh dosanya, kecuali utang.” Shahih,
HR. Muslim
4.
Utang termasuk membahayakan Diri Sendiri
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiallahu’anhu
bahwa ia mendengar Rasulullah Shallallahu
’alaihi Wa Sallam bersabda, “Janganlah kalian membahayakan diri kalian
setelah mendapatkan keamanan!” Mereka (para sahabat) bertanya, ‘Bagaimana itu
wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab, “Yaitu dengan utang.” Hasan, HR. Ahmad, Abu Ya’la, al-Hakim, al-Baihaqi, dan selainnya.
5.
Utang yang tidak di bayar di dunia, kelak di akhirat akan dibayar
dengan amal kebaikan dan kejelekan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
Wa Sallam bersabda, “Barang siapa meninggal dunia sedangkan ia masih
memiliki tanggungan utang, sedang di sana (di akhirat) tidak ada dinar tidak
juga dirham, akan tetapi yang ada hanya kebaikan dan kejelekan.” Shahih, HR. Ahmad, al-Hakim dari Ibnu Umar
radhiallahu’anhuma.
Perhatikan wahai saudaraku -kaum
muslimin yang dirahmati Allah- bagaimana ancaman yang begitu keras bagi
mereka yang tidak membayar utang. Semoga Allah melindungi kita dari lilitan
utang dan memudahkan kita dalam membayar utang. Amin
Adab-adab Orang yang
Berutang :
1.
Meluruskan niat dan tujuannya dalam berutang
Misalnya, berutang dengan tujuan untuk membayar
biaya rumah sakit atau membayar iuran sekolah anaknya, atau karena tidak mampu
untuk memberi nafkah karena ia sedang tidak punya uang.
2.
Tidak berutang kecuali dalam keadaan darurat
Jangan berutang kecuali dalam keadaan darurat, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam bersabda,
“Seseorang senantiasa meminta-minta kepada orang lain sehingga ia akan datang
pada hari Kiamat dalam keadaan tidak ada sekerat daging pun di wajahnya.” Muttafaqun ‘alaihi, HR. Bukhari, Muslim
Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa
Sallam juga bersabda, “Barang siapa meminta harta kepada orang lain untuk
memperkaya diri, maka sungguh, ia hanyalah meminta bara api, maka silakan ia
meminta sedikit atau banyak.” Shahih, HR.
Muslim, Ahmad, dll.
3.
Berniat melunasi Utang
Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa
Sallam bersabda, “Barang siapa meminjam harta orang lain dengan niat
mengembalikannya niscaya Allah akan mengembalikannya untuknya. Dan barang siapa
meminjam harta orang lain untuk memusnahkannya niscaya Allah akan memusnahkan
dirinya.” Shahih, HR. Bukhari
Dari Shuhaib bin al-Khair radhiallahu’anhu,
dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa
Sallam, beliau bersabda, “Siapa saja yang berutang, sedang ia berniat tidak
melunasi utangnya maka ia akan bertemu Allah sebagai seorang pencuri.” Shahih, HR. Ibnu Majah
4.
Berusaha untuk berutang kepada orang yang kaya/mampu dan baik
5.
Berutang sesuai kebutuhan
Seorang muslim janganlah meremehkan masalah utang karena bisa jadi
seseorang meninggal dunia dalam keadaan berutang. Oleh karena itu, usahakan
meminimalkan utang, yaitu berutang sekadar untuk memenuhi kebutuhan.
6.
Wajib memenuhi janji dan berkata jujur serta baik kepada orang yang
meminjamkan uang atau barang kepada kita
Allah Ta’ala berfirman,
“Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah janji-janji…” QS. Al Maidah : 1. Allah Ta’ala
juga berfirman, “…Dan penuhilah janji karena janji itu pasti diminta
pertanggung jawabannya.” QS. Al Isra’ :
34
Seharusnya orang yang meminjam uang berbuat baik kepada orang yang
memberikannya pinjaman, yaitu dengan memenuhi janji dan membayarnya tepat pada
waktunya. Kalau ia belum mampu bayar maka sampaikan dengan kata-kata yang baik
dan permohonan maaf bahwa ia belum mampu bayar.
7.
Wajib membayar utang tepat waktu dan tidak menundanya
Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa
Sallam bersabda, “Menunda-nunda (pembayaran utang) dari orang yang mampu
adalah kedzaliman.” Shahih, HR. Bukhari,
Muslim
8.
Memberi kabar kepada orang yang memberi utang jika belum mampu
membayar
9.
Orang yang berutang harus mencari jalan keluar untuk melunasi utangnya
Tidak boleh diam saja atau berpangku tangan, dia harus berusaha keras
menguras tenaga dan fikirannya bagaimana ia dapat melunasi utang-utangnya
dengan cara yang baik. Jangan berputus asa, karena itu termasuk dosa besar dan
sesat. Allah Ta’ala berfirman, “Tidak
ada yang berputus asa dari rahmat Rabb-Nya, kecuali orang yang sesat.” QS. Al Hijr : 56
10. Mendoakan kebaikan untuk
orang yang meminjamkan sesuatu kepada kita dan berterima kasih
Adab-adab Orang yang Memberikan
Utang
a.
Memberi kelapangan, kemudahan dan keringanan
Rasulullah Shallallahu
‘alaihi Wa Sallam bersabda, “…Barang siapa memudahkan (urusan) orang yang
kesulitan (dalam masalah utang), maka Allah memudahkan baginya (dari kesulitan)
di dunia dan akhirat…” Shahih, HR. Muslim
b.
Bersikap baik dalam menagih utang
Apabila orang yang memberi utang datang meminta haknya, hendaklah ia
bersikap lemah lembut dan berakhlak mulia dalam menagihnya. Janganlah membentak
dan melontar cacian, laknat, dan lainnya terhadap orang yang berutang. Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam
bersabda, “Allah merahmati orang yang mudah ketika menjual, membeli, dan
meminta haknya.” Shahih, HR. Bukhari dari
Jabir bin ‘Abdillah radhiallahu’anhuma
c.
Memberikan tempo kepada yang tidak mampu bayar
Berdasarkan firman Allah, “Dan jika (orang yang berutang) itu dalam
kesulitan, maka berilah tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Dan
jika kamu menyedekahkan, itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” QS. Al Baqarah : 280
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
Wa Sallam bersabda, “Barang siapa memberi tempo waktu kepada orang yang
berutang yang mengalami kesulitan membayar utang, maka ia mendapatkan sedekah
pada setiap hari sebelum tiba waktu pembayaran. Jika waktu pembayaran telah
tiba kemudian ia memberi tempo lagi setelah itu kepadanya, maka ia mendapat
sedekah pada setiap hari semisalnya.” Shahih,
HR. Ahmad, Ibnu Majah, al-Hakim dari Buraidah radhiallahu’anhu
d.
Jika orang yang berutang tidak mungkin untuk membayar dan kita telah
melihat keadaan keluarga dan usahanya maka yang terbaik adalah membebaskan
utangnya
Sebagaimana firman Allah di atas, “…Dan jika kamu menyedekahkan, itu
lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” QS.
Al Baqarah : 280.
Dari Abu Qatadah radhiallahu’anhu,
dari Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam
bahwa beliau bersabda, “Barang siapa yang senang diselamatkan oleh Allah dari
kesusahan pada hari Kiamat, maka hendaklah dia memberikan kemudahan kepada
orang yang kesulitan membayar utang atau dia menghapuskan utang itu darinya.” Shahih,
HR. Muslim
Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu,
dari Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam
bahwa beliau bersabda, “Barang siapa memberikan tempo kepada orang yang
kesulitan membayar utang atau menghapuskan utang itu darinya, maka pada hari
Kiamat Allah akan menaunginya di bawah naungan ‘Arsy-Nya pada hari dimana tidak
ada naungan kecuali naungan-Nya.” Shahih,
HR. at-Tirmidzi, lihat Shahih At-Targhib wat Tarhib
e.
Tidak boleh menarik manfaat atau keuntungan dari pinjamannya tersebut
Utang piutang tidak boleh mendatangkan keuntungan karena tujuan dari
utang piutang adalah untuk memudahkan kaum muslimin, membantu mereka, dan
menolong mereka, sedangkan manfaatnya bagi orang yang meminjamkan uang berarti
ia telah berbuat baik dan mengharapkan pahala di sisi Allah Ta’ala. Misalnya : “Izinkan aku tinggal di rumahmu
maka aku akan berikan pinjaman uang kepadamu” atau “Uang
yang aku pinjamkan jika kamu ganti harus dilebihkan, misalnya pinjam Rp 500.000
harus diganti Rp 600.000 atau malah bunganya berlipat ganda setiap kali dia
tidak mampu bayar” inilah yang diharamkan yaitu adanya riba/tambahan dalam transaksi pinjam
meminjam.
Allah Ta’ala berfirman,
“Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya
orang-orang yang kemasukan setan karena gila…” QS. Al Baqarah : 275
Allah juga berfirman, “Hai orang-orang yang
beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum
dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan
(meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan
memerangimu. Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok
hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” QS. Al Baqarah : 278-279
Rasulullah bersabda, “Satu dirham hasil riba yang dimakan oleh
seseorang sedangkan ia mengetahuinya, itu lebih berat (dosanya) daripada 36
kali berzina.” Shahih, HR. Ahmad,
ath-Thabrani, dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih at-Targhib wat
Tarhib
Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiallahu’anhuma, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam melaknat orang yang memakan riba,
orang yang memberi makan riba (yakni : orang yang meminjam/utang dengan system
riba), pencatat (transaksi) riba, dan saksi atas transaksi tersebut. Dan beliau
bersabda, “Dosa mereka adalah sama.”” Shahih,
HR. Muslim.
Beliau Shallallahu
‘alaihi Wa Sallam juga bersabda, “Apabila riba dan zina telah merajalela
dalam satu masyarakat, maka mereka telah menghalalkan adzab Allah atas diri
mereka.” Hasan Lighairihi, HR. Al-Hakim
dan ath-Thabrani
Inilah sedikit pembahasan yang dapat kami
uraikan. Sebenarnya masih ada bab - bab lainnya yang berkenaan dengan utang,
tetapi karena terbatasnya media mungkin di lain kesempatan kita akan coba bahas
lebih luas lagi. Semoga Allah jadikan amal ini ikhlas karenaNya. Dan kepada
Allah penulis mengharap ridho dan pahala. Wallahu
a’lam. Washallallahu ‘ala nabiyyina Muhammadin.
“Sungguh
beruntung orang yang masuk Islam, diberikan rezeki yang cukup, dan dia merasa
puas dengan apa yang Allah berikan kepadanya” HR. Muslim
Maraji’
:
-
Ruh Seorang Mukmin Tergantung pada
Utangnya oleh Al Ustadz Yazid bin
Abdul Qadir Jawas hafidzahulllah
-
dll
Tidak ada komentar:
Posting Komentar