Jumat, 24 Februari 2012

Empat Perkara Penting Dalam Kehidupan


Bismillahirrahmanirrahim. Segala Puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah semata tiada sekutu bagiNya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah Shallalahu ‘alaihi Wa Sallam beserta keluarganya, dan seluruh sahabatnya. Amma Ba’du
Pembahasan kita kali ini tentang sebuah hadits yang agung yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad rahimahullah dalam musnadnya dari sahabat Abdullah bin Amr bin al-Ash radhiallahu’anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam  pernah bersabda, “ Ada empat perkara, jika (empat perkara) itu ada pada dirimu maka jangan khawatir dengan perkara dunia (kenikmatan dunia) yang luput dari dirimu. Empat perkara itu adalah : menjaga amanah, jujur dalam berkata, akhlaq yang mulia dan menjaga makanan.”’ Shahih, Shahih al-Jami no. 873
Hadits ini dibutuhkan oleh setiap muslim. Apalagi di jaman kita sekarang ini, kita banyak berinteraksi dengan masyarakat. Kita berinteraksi dengan mereka dalam berbagai urusan, seperti jual beli. Maka hendaknya seorang tatjala melaksanakan interaksi dengan orang lain tatkala bermuamalah dia tetap menjaga empat perkara ini : tetap jujur, tetap menjaga amanah, tetap berakhlaq mulia dan tetap menjaga makanannya. Karena empat perkara ini merupakan modal yang harus dia jaga dan jangan sampai empat perkara ini hilang dari dia dan jangan sampai terluput dari dia salah satu dari empat perkara ini. Apalagi di jaman sekarang ini, terlalu banyak perkara-perkara dunia yang menggoda yang bisa jadi akhirnya melemahkan dia dan akhirnya dia tidak jujur dalam berkata , tidak menjaga amanah, tidak berakhlaq mulia, tidak menjaga makanannya hanya demi untuk mendapatkan sedikit perkara dunia. Banyak orang, tatkala dihadapkan dengan godaan dunia tatkala melaksanakan transaksi jual beli, untuk bisa mendapatkan untung yang banyak akhirnya dia tidak jujur, tidak menjaga amanah, akhirnya empat perkara yang seharusnya menjadi modal dia, malah dia korbankan hanya untuk memperoleh perkara dunia. Kita sebagai seorang muslim tidak seharusnya demikian. Seharusnya apapun yang di hadapan kita, meskipun kenikmatan dunia yang begitu menggoda di hadapan kita tatkala kita melaksanakan tansaksi jual beli atau transaksi yang lainnya atau muamalah yang lainnya, maka jangan sampai kita lepaskan modal kita ini. Jangan sampai kita tidak jujur dalam berkata, jangan sampai kita tidak menjaga amanah, kita pegang itu semua meskipun secara dhohir (lahir) tatkala kita bertransaksi mungkin kita merugi atau mungkin untung kita sedikit, namun jangan khawatir kalau empat perkara ini ada pada diri kita, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam (di atas) : “maka engkau tidak akan khawatir dengan perkara dunia yang luput dari engkau.” Dan kita tidak akan peduli dengan apa yang luput dari kita, selama kita menjaga empat  perkara ini maka Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan menanamkan dalam hati kita tidak ada rasa kekhawatiran dengan perkara dunia yang luput dari kita.
Perkara pertama yang seharusnya ada pada seseorang adalah menjaga amanah. Artinya dia tidak melalaikan amanah tatkala dia bermuamalah dengan manusia hendaknya dia menjadi seorang yang bisa dipercaya. Jika orang memberikan amanah kepada dia, hartanya atau yang lainnya maka hendaknya dia menjaga amanah tersebut dengan sebaik-baiknya. Perhatikan dengan sebaik-baiknya. Detail dalam menjaga amanah orang lain, dia berusaha menjaga dengan sebaik-baiknya sehingga masyarakat tatkala bermuamalah dengan dia sama sekali tidak khawatir kalau dia berkhianat. Hati mereka tenang tatkala meletakkan hartanya atau memberinya amanah kepada orang ini karena dia benar-benar seorang yang terpercaya. Demikian pula tatkala ia melakukan transaksi jual beli, tatkala dia menjual atau tatkala dia membeli, dia harus benar-benar memiliki amanah. Terutama tatkala menjual. Berapa banyak orang yang tidak amanah ketika menjual. maka dia hendaknya amanah dalam segala hal, terutama dalam bermuamalah dengan masyarakat meskipun ada perkara-perkara dunia yang luput dari dia. Dengan kejujurannya, mungkin ada perkara dunia yang luput darinya. Akan tetapi dia tidak merasa khawatir karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala menanamkan dalam dirinya tidak ada rasa kekhawatiran dengan perkara-perkara dunia yang luput darinya karena sifat dia yang sangat baik yaitu menjaga amanah.
Adapun perkara kedua yang seharusnya terdapat pada seseorang yaitu hendaknya dia jujur dalam berkata. Yaitu  tatkala dia bermuamalah dengan manusia yang lain / dengan masyarakat, maka dia hendaknya selalu dalam keadaan jujur. Dan menjauhi kedustaan, menjauhi kebohongan. Sedikitpun kebohongan dia jauhi, jangan sampai dia terjerumus dalam bentuk kebohongan apapun. Karena sebagian orang mereka sengaja berdusta, terutama tatkala melaksanakan jual-beli, tatkala mereka menjual barangnya mereka sering berdusta untuk melariskan dagangannya dengan menyebutkan perkara-perkara yang bagus yang sebenarnya tidak terdapat dalam barang tersebut, atau ada perkara-perkara buruk / cacat yang terdapat pada barang tersebut tidak dia sebutkan. Semua itu hanya untuk melariskan barang dagangannya supaya mendapatkan keuntungan yang banyak. Telah datang sebuah riwayat bahwa Nabi Shallalaahu ’alaihi Wa Sallam memberikan ancaman yang sangat berat bagi orang yang melariskan dagangannya dengan sumpah yang palsu. (“Tidak halal bagi seseorang menjual barang dagangan yang ia ketahui padanya ada cacat/rusak kecuali ia beritahukan (kepada pembeli, -pent.).” HR. Ahmad, Ibnu Majah, Ath-Thabrani dalam Al-Kabir dan Al-Hakim. Dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wat Tarhib no. 1775). Betapa banyak pedagang yang nekat bersumpah dengan sumpah yang dusta untuk melariskan dagangannya. Seyogyanya seorang muslim menjauhi kedustaan dengan segala bentuknya.
Adapun perkara yang ketiga, yaitu akhlaq yang baik. Hendaknya seseorang memiliki akhlaq yang karimah/mulia tatkala dia bermuamalah dengan orang lain. Bukankah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam pernah bersabda, ”Sesungguhnya aku ini diutus oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia.” Shahih, diriwayatkan al-Bukhari dalam Adabul Mufrad, dll. Jadi sesungguhnya Nabi diutus oleh Allah untuk memperbaiki dan menyempurnakan akhlaq masyarakat. Dalam sebuah hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam telah menjelaskan bahwasanya akhlaq yang mulia merupakan penyebab terbesar bagi seseorang untuk masuk ke dalam surga. Ketika Rasulullah ditanya apakah yang paling memperberat timbangan dan mempermudah seseorang masuk ke dalam surga? Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam menjawab, ”bertaqwa kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan berakhlaq yang baik/mulia.” HR. Tirmidzi. Oleh karena itu seorang muslim tatkala bermuamalah dengan masyarakat, saudaranya atau orang lain maka dia senantiasa berada dalam adab yang tinggi, adab yang mulia dan dia menjauhi sikap/adab yang buruk. Jangan sampai ia menjadi orang yang kasar, lisannya tidak dia jaga, dia suka menyakiti saudaranya dengan sikapnya, lisannya, atau dengan tubuhnya. Dan jangan sampai dia jadikan lisannya suka memaki, jauhi semua ini. Hendaknya dia berjalan diatas akhlak yang mulia, dengan penuh kelembutan tatkala bermuamalah dengan orang lain.
Adapun perkara yang keempat, hendaknya dia menjaga makanannya. Jangan sampai dia makan atau minum dari perkara-perkara yang haram. Dia jaga mulutnya, jangan sampai dia memasukkan perkara haram dalam mulutnya, jangan sampai perkara haram masuk ke dalam perutnya. Demikian juga dia menjaga hal itu terhadap anak-anaknya, keluarganya, jangan sampai anak istrinya memakan dari makanan yang haram, jangan sampai mereka memasukkan suatu yang haram ke dalam mulut mereka. Kenapa? Karena ini semua diharamkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Bahkan dalam suatu hadits, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam pernah bersabda,” Bahwa seluruh anggota tubuh yang tumbuh dari makanan yang haram maka itu lebih utama untuk dibakar oleh api neraka.” HR. Ath-Thabrani. Jangan sampai tubuh kita ini berkembang karena makanan yang haram, jangan sampai daging kita ini tumbuh karena perkara yang haram karena terancam dengan api neraka. Oleh karena itu, kita perhatikan makanan dan minuman kita. Kita jaga baik-baik dari mana kita peroleh, jangan sampai ada perkara-perkara yang haram yang kita makan. Jangan sampai ada minuman yang haram yang kita minum.
Sebagian orang rela mengorbankan empat perkara ini untuk mendapatkan beberapa kepentingan dunia yang sangat sedikit. Oleh karena itu, kita dapati sebagian orang rela untuk berdusta, rela untuk meninggalkan amanah, berakhlaq yang buruk hanya untuk memperoleh kepentingan dunia. Adapun seorang muslim, hendaknya dia menjadikan empat perkara ini merupakan modal utama yang harus senantiasa dia pegang. Jangan sampai modal ini hilang sama sekali, atau jangan sampai modal ini hilang sedikitpun. Dia jaga sekuat-kuatnya, pegang erat-erat, jangan sampai ada salah satu dari empat perkara ini yang luput dari dia. Dan tatkala dia bermuamalah, meskipun ternyata dia tidak untung sebagaimana orang-orang yang dusta, maka hendaknya dia tidak peduli. Dan dia yakin bahwasanya apa yang luput dari dia dari perkara dunia, kalau memang karena dia menjaga amanah, dia mungkin merugi karena dia jujur, dia mungkin merugi karena dia berakhlak yang mulia, maka yakinlah bahwasanya Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan mengganti dengan yang lebih baik. Dalam hadits yang lain, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam pernah bersabda bahwa Barang siapa yang meninggalkan suatu perkara karena Allah Ta’ala maka Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik. HR. Ahmad
Semoga Allah Ta’ala memudahkan kita melaksanakan empat perkara ini. Semoga Allah memberikan kita hidayah dan taufik kepada seluruh kebaikan dan semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita, kedua orang tua kita, dan kaum muslimin dan mu’minat baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal dunia. Wallahu a’lam. Washallallahu Wa Sallam ‘ala ‘Abdihi Wa Rasulihi Nabiyyina Muhammad Wa ‘Alihi Wa Shahbihi Ajma’in.


Maraji’ :
-      Ceramah dari Syaikh Prof. DR. Abdurrozzaq bin Abdul Muhsin al-Abbad al-Badr yang diterjemahkan oleh Ustadz Abu Abdil Muhsin Firanda Adirja, MA 
-      dll

Tidak ada komentar:

Posting Komentar