Jumat, 24 Februari 2012

Empat Perkara Penting Dalam Kehidupan


Bismillahirrahmanirrahim. Segala Puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah semata tiada sekutu bagiNya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah Shallalahu ‘alaihi Wa Sallam beserta keluarganya, dan seluruh sahabatnya. Amma Ba’du
Pembahasan kita kali ini tentang sebuah hadits yang agung yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad rahimahullah dalam musnadnya dari sahabat Abdullah bin Amr bin al-Ash radhiallahu’anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam  pernah bersabda, “ Ada empat perkara, jika (empat perkara) itu ada pada dirimu maka jangan khawatir dengan perkara dunia (kenikmatan dunia) yang luput dari dirimu. Empat perkara itu adalah : menjaga amanah, jujur dalam berkata, akhlaq yang mulia dan menjaga makanan.”’ Shahih, Shahih al-Jami no. 873
Hadits ini dibutuhkan oleh setiap muslim. Apalagi di jaman kita sekarang ini, kita banyak berinteraksi dengan masyarakat. Kita berinteraksi dengan mereka dalam berbagai urusan, seperti jual beli. Maka hendaknya seorang tatjala melaksanakan interaksi dengan orang lain tatkala bermuamalah dia tetap menjaga empat perkara ini : tetap jujur, tetap menjaga amanah, tetap berakhlaq mulia dan tetap menjaga makanannya. Karena empat perkara ini merupakan modal yang harus dia jaga dan jangan sampai empat perkara ini hilang dari dia dan jangan sampai terluput dari dia salah satu dari empat perkara ini. Apalagi di jaman sekarang ini, terlalu banyak perkara-perkara dunia yang menggoda yang bisa jadi akhirnya melemahkan dia dan akhirnya dia tidak jujur dalam berkata , tidak menjaga amanah, tidak berakhlaq mulia, tidak menjaga makanannya hanya demi untuk mendapatkan sedikit perkara dunia. Banyak orang, tatkala dihadapkan dengan godaan dunia tatkala melaksanakan transaksi jual beli, untuk bisa mendapatkan untung yang banyak akhirnya dia tidak jujur, tidak menjaga amanah, akhirnya empat perkara yang seharusnya menjadi modal dia, malah dia korbankan hanya untuk memperoleh perkara dunia. Kita sebagai seorang muslim tidak seharusnya demikian. Seharusnya apapun yang di hadapan kita, meskipun kenikmatan dunia yang begitu menggoda di hadapan kita tatkala kita melaksanakan tansaksi jual beli atau transaksi yang lainnya atau muamalah yang lainnya, maka jangan sampai kita lepaskan modal kita ini. Jangan sampai kita tidak jujur dalam berkata, jangan sampai kita tidak menjaga amanah, kita pegang itu semua meskipun secara dhohir (lahir) tatkala kita bertransaksi mungkin kita merugi atau mungkin untung kita sedikit, namun jangan khawatir kalau empat perkara ini ada pada diri kita, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam (di atas) : “maka engkau tidak akan khawatir dengan perkara dunia yang luput dari engkau.” Dan kita tidak akan peduli dengan apa yang luput dari kita, selama kita menjaga empat  perkara ini maka Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan menanamkan dalam hati kita tidak ada rasa kekhawatiran dengan perkara dunia yang luput dari kita.
Perkara pertama yang seharusnya ada pada seseorang adalah menjaga amanah. Artinya dia tidak melalaikan amanah tatkala dia bermuamalah dengan manusia hendaknya dia menjadi seorang yang bisa dipercaya. Jika orang memberikan amanah kepada dia, hartanya atau yang lainnya maka hendaknya dia menjaga amanah tersebut dengan sebaik-baiknya. Perhatikan dengan sebaik-baiknya. Detail dalam menjaga amanah orang lain, dia berusaha menjaga dengan sebaik-baiknya sehingga masyarakat tatkala bermuamalah dengan dia sama sekali tidak khawatir kalau dia berkhianat. Hati mereka tenang tatkala meletakkan hartanya atau memberinya amanah kepada orang ini karena dia benar-benar seorang yang terpercaya. Demikian pula tatkala ia melakukan transaksi jual beli, tatkala dia menjual atau tatkala dia membeli, dia harus benar-benar memiliki amanah. Terutama tatkala menjual. Berapa banyak orang yang tidak amanah ketika menjual. maka dia hendaknya amanah dalam segala hal, terutama dalam bermuamalah dengan masyarakat meskipun ada perkara-perkara dunia yang luput dari dia. Dengan kejujurannya, mungkin ada perkara dunia yang luput darinya. Akan tetapi dia tidak merasa khawatir karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala menanamkan dalam dirinya tidak ada rasa kekhawatiran dengan perkara-perkara dunia yang luput darinya karena sifat dia yang sangat baik yaitu menjaga amanah.
Adapun perkara kedua yang seharusnya terdapat pada seseorang yaitu hendaknya dia jujur dalam berkata. Yaitu  tatkala dia bermuamalah dengan manusia yang lain / dengan masyarakat, maka dia hendaknya selalu dalam keadaan jujur. Dan menjauhi kedustaan, menjauhi kebohongan. Sedikitpun kebohongan dia jauhi, jangan sampai dia terjerumus dalam bentuk kebohongan apapun. Karena sebagian orang mereka sengaja berdusta, terutama tatkala melaksanakan jual-beli, tatkala mereka menjual barangnya mereka sering berdusta untuk melariskan dagangannya dengan menyebutkan perkara-perkara yang bagus yang sebenarnya tidak terdapat dalam barang tersebut, atau ada perkara-perkara buruk / cacat yang terdapat pada barang tersebut tidak dia sebutkan. Semua itu hanya untuk melariskan barang dagangannya supaya mendapatkan keuntungan yang banyak. Telah datang sebuah riwayat bahwa Nabi Shallalaahu ’alaihi Wa Sallam memberikan ancaman yang sangat berat bagi orang yang melariskan dagangannya dengan sumpah yang palsu. (“Tidak halal bagi seseorang menjual barang dagangan yang ia ketahui padanya ada cacat/rusak kecuali ia beritahukan (kepada pembeli, -pent.).” HR. Ahmad, Ibnu Majah, Ath-Thabrani dalam Al-Kabir dan Al-Hakim. Dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wat Tarhib no. 1775). Betapa banyak pedagang yang nekat bersumpah dengan sumpah yang dusta untuk melariskan dagangannya. Seyogyanya seorang muslim menjauhi kedustaan dengan segala bentuknya.
Adapun perkara yang ketiga, yaitu akhlaq yang baik. Hendaknya seseorang memiliki akhlaq yang karimah/mulia tatkala dia bermuamalah dengan orang lain. Bukankah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam pernah bersabda, ”Sesungguhnya aku ini diutus oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia.” Shahih, diriwayatkan al-Bukhari dalam Adabul Mufrad, dll. Jadi sesungguhnya Nabi diutus oleh Allah untuk memperbaiki dan menyempurnakan akhlaq masyarakat. Dalam sebuah hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam telah menjelaskan bahwasanya akhlaq yang mulia merupakan penyebab terbesar bagi seseorang untuk masuk ke dalam surga. Ketika Rasulullah ditanya apakah yang paling memperberat timbangan dan mempermudah seseorang masuk ke dalam surga? Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam menjawab, ”bertaqwa kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan berakhlaq yang baik/mulia.” HR. Tirmidzi. Oleh karena itu seorang muslim tatkala bermuamalah dengan masyarakat, saudaranya atau orang lain maka dia senantiasa berada dalam adab yang tinggi, adab yang mulia dan dia menjauhi sikap/adab yang buruk. Jangan sampai ia menjadi orang yang kasar, lisannya tidak dia jaga, dia suka menyakiti saudaranya dengan sikapnya, lisannya, atau dengan tubuhnya. Dan jangan sampai dia jadikan lisannya suka memaki, jauhi semua ini. Hendaknya dia berjalan diatas akhlak yang mulia, dengan penuh kelembutan tatkala bermuamalah dengan orang lain.
Adapun perkara yang keempat, hendaknya dia menjaga makanannya. Jangan sampai dia makan atau minum dari perkara-perkara yang haram. Dia jaga mulutnya, jangan sampai dia memasukkan perkara haram dalam mulutnya, jangan sampai perkara haram masuk ke dalam perutnya. Demikian juga dia menjaga hal itu terhadap anak-anaknya, keluarganya, jangan sampai anak istrinya memakan dari makanan yang haram, jangan sampai mereka memasukkan suatu yang haram ke dalam mulut mereka. Kenapa? Karena ini semua diharamkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Bahkan dalam suatu hadits, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam pernah bersabda,” Bahwa seluruh anggota tubuh yang tumbuh dari makanan yang haram maka itu lebih utama untuk dibakar oleh api neraka.” HR. Ath-Thabrani. Jangan sampai tubuh kita ini berkembang karena makanan yang haram, jangan sampai daging kita ini tumbuh karena perkara yang haram karena terancam dengan api neraka. Oleh karena itu, kita perhatikan makanan dan minuman kita. Kita jaga baik-baik dari mana kita peroleh, jangan sampai ada perkara-perkara yang haram yang kita makan. Jangan sampai ada minuman yang haram yang kita minum.
Sebagian orang rela mengorbankan empat perkara ini untuk mendapatkan beberapa kepentingan dunia yang sangat sedikit. Oleh karena itu, kita dapati sebagian orang rela untuk berdusta, rela untuk meninggalkan amanah, berakhlaq yang buruk hanya untuk memperoleh kepentingan dunia. Adapun seorang muslim, hendaknya dia menjadikan empat perkara ini merupakan modal utama yang harus senantiasa dia pegang. Jangan sampai modal ini hilang sama sekali, atau jangan sampai modal ini hilang sedikitpun. Dia jaga sekuat-kuatnya, pegang erat-erat, jangan sampai ada salah satu dari empat perkara ini yang luput dari dia. Dan tatkala dia bermuamalah, meskipun ternyata dia tidak untung sebagaimana orang-orang yang dusta, maka hendaknya dia tidak peduli. Dan dia yakin bahwasanya apa yang luput dari dia dari perkara dunia, kalau memang karena dia menjaga amanah, dia mungkin merugi karena dia jujur, dia mungkin merugi karena dia berakhlak yang mulia, maka yakinlah bahwasanya Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan mengganti dengan yang lebih baik. Dalam hadits yang lain, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam pernah bersabda bahwa Barang siapa yang meninggalkan suatu perkara karena Allah Ta’ala maka Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik. HR. Ahmad
Semoga Allah Ta’ala memudahkan kita melaksanakan empat perkara ini. Semoga Allah memberikan kita hidayah dan taufik kepada seluruh kebaikan dan semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita, kedua orang tua kita, dan kaum muslimin dan mu’minat baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal dunia. Wallahu a’lam. Washallallahu Wa Sallam ‘ala ‘Abdihi Wa Rasulihi Nabiyyina Muhammad Wa ‘Alihi Wa Shahbihi Ajma’in.


Maraji’ :
-      Ceramah dari Syaikh Prof. DR. Abdurrozzaq bin Abdul Muhsin al-Abbad al-Badr yang diterjemahkan oleh Ustadz Abu Abdil Muhsin Firanda Adirja, MA 
-      dll

Jumat, 10 Februari 2012

Tidak Akan Masuk Surga Hingga Utangnya Terbayar


Alhamdulillah, Segala puji hanya bagi Allah Tabaroka Wa Ta’ala. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi kita, Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam, keluarga beliau, sahabat beliau dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik.
Saudaraku -pembaca yang dirahmati Allah- insya Allah pada edisi kali ini kita akan mencoba membahas satu masalah dalam kehidupan kita yaitu masalah Utang. Hal ini perlu -menurut penulis- untuk dibahas karena sebagian besar manusia khususnya kaum muslimin saat ini telah meremehkan masalah ini. Sering kita mendengar ucapan “Ahh cuma 1000 rupiah (sedikitnya hutang) saja lho” atau “Nanti pasti ku bayar (ternyata sampai beberapa tahun tidak dibayar)”, maka dari itu semoga tulisan ini dapat menggugah hati kita untuk tidak meremehkan masalah utang.
Peringatan Keras Tentang Perkara Utang
1.     Ruh tergantung hingga utangnya dibayarkan
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam beliau bersabda : “Ruh sorang mukmin itu tergantung kepada utangnya hingga dibayarkan utangnya.” Shahih, HR. Ahmad, at-Tirmidzi, ad-Darimi, Ibnu Majah, dan al-Baghawi. Imam al-Munawi rahimahullah berkata, “Jiwa seorang mukmin, maksudnya : ruhnya tergantung setelah kematiannya dengan utangnya. Maksudnya, terhalang dari dari kedudukannya yang mulia yang telah disediakan untuknya, atau (terhalang) dari masuk surga bersama rombongan orang-orang yang shalih.” Faidhul Qadiir (hal.375)
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah berkata, ‘Yakni, jiwanya ketika di dalam kubur tergantung pada utang atas dirinya seakan-akan –wallahu a’lam- merasa sakit karena tertundanya penyelesaian utangnya. Dia tidak merasa gembira dan tidak lapang dada dengan kenikmatan untuknya karena masih memiliki kewajiban membayar utang. Oleh karena itu kita katakan: wajib atas para ahli waris untuk segera dan mempercepat penyelesaian utang-utang si mayit.” Syarh Riyadish Shalihin karya Syaikh Utsaimin, (IV/563)
2.     Tidak Masuk Surga Hingga Lunas Utangnya
Dari Muhammad bin Jahsy radhiallahu’anhu, ia berkata, ‘Pada suatu hari, kami duduk-duduk bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam sedang menguburkan jenazah. Beliau menengadahkan kepalanya ke langit kemudian menepukkan dahi beliau dengan telapak tangan seraya bersabda, “Subhanallah, betapa berat ancaman yang diturunkan.” Kami diam saja namun sesungguhnya kami terkejut. Keesokan harinya aku bertanya kepada beliau, ‘Wahai Rasulullah! Ancaman berat apakah yang turun?’ Beliau menjawab, “Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya seorang laki-laki terbunuh fii sabilillaah (jihad dijalan Allah) kemudian dihidupkan kembali kemudian terbunuh kemudian dihidupkan kembali kemudian terbunuh sementara ia mempunyai utang, maka ia tidak akan masuk surga hingga ia melunasi utangnya.”’ Hasan, HR. an-Nasa-i, Ahmad, al-Hakim, dan al-Baghawi
3.     Diampuni Seluruh Dosa Kectali Utang
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash radhiallahu’anhuma bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam bersabda, “Orang yang mati syahid diampuni seluruh dosanya, kecuali utang.” Shahih, HR. Muslim
4.     Utang termasuk membahayakan Diri Sendiri
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiallahu’anhu bahwa ia mendengar Rasulullah Shallallahu ’alaihi Wa Sallam bersabda, “Janganlah kalian membahayakan diri kalian setelah mendapatkan keamanan!” Mereka (para sahabat) bertanya, ‘Bagaimana itu wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab, “Yaitu dengan utang.” Hasan, HR. Ahmad, Abu Ya’la, al-Hakim, al-Baihaqi, dan selainnya.
5.     Utang yang tidak di bayar di dunia, kelak di akhirat akan dibayar dengan amal kebaikan dan kejelekan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam bersabda, “Barang siapa meninggal dunia sedangkan ia masih memiliki tanggungan utang, sedang di sana (di akhirat) tidak ada dinar tidak juga dirham, akan tetapi yang ada hanya kebaikan dan kejelekan.” Shahih, HR. Ahmad, al-Hakim dari Ibnu Umar radhiallahu’anhuma.
Perhatikan wahai saudaraku -kaum muslimin yang dirahmati Allah- bagaimana ancaman yang begitu keras bagi mereka yang tidak membayar utang. Semoga Allah melindungi kita dari lilitan utang dan memudahkan kita dalam membayar utang. Amin
Adab-adab Orang yang Berutang :
1.     Meluruskan niat dan tujuannya dalam berutang
Misalnya, berutang dengan tujuan untuk membayar biaya rumah sakit atau membayar iuran sekolah anaknya, atau karena tidak mampu untuk memberi nafkah karena ia sedang tidak punya uang.
2.     Tidak berutang kecuali dalam keadaan darurat
Jangan berutang kecuali dalam keadaan darurat, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam bersabda, “Seseorang senantiasa meminta-minta kepada orang lain sehingga ia akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan tidak ada sekerat daging pun di wajahnya.” Muttafaqun ‘alaihi, HR. Bukhari, Muslim
Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam juga bersabda, “Barang siapa meminta harta kepada orang lain untuk memperkaya diri, maka sungguh, ia hanyalah meminta bara api, maka silakan ia meminta sedikit atau banyak.” Shahih, HR. Muslim, Ahmad, dll.
3.     Berniat melunasi Utang
Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam bersabda, “Barang siapa meminjam harta orang lain dengan niat mengembalikannya niscaya Allah akan mengembalikannya untuknya. Dan barang siapa meminjam harta orang lain untuk memusnahkannya niscaya Allah akan memusnahkan dirinya.” Shahih, HR. Bukhari
Dari Shuhaib bin al-Khair radhiallahu’anhu, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam, beliau bersabda, “Siapa saja yang berutang, sedang ia berniat tidak melunasi utangnya maka ia akan bertemu Allah sebagai seorang pencuri.” Shahih, HR. Ibnu Majah
4.     Berusaha untuk berutang kepada orang yang kaya/mampu dan baik
5.     Berutang sesuai kebutuhan
Seorang muslim janganlah meremehkan masalah utang karena bisa jadi seseorang meninggal dunia dalam keadaan berutang. Oleh karena itu, usahakan meminimalkan utang, yaitu berutang sekadar untuk memenuhi kebutuhan.
6.     Wajib memenuhi janji dan berkata jujur serta baik kepada orang yang meminjamkan uang atau barang kepada kita
Allah Ta’ala berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah janji-janji…” QS. Al Maidah : 1. Allah Ta’ala juga berfirman, “…Dan penuhilah janji karena janji itu pasti diminta pertanggung jawabannya.” QS. Al Isra’ : 34
Seharusnya orang yang meminjam uang berbuat baik kepada orang yang memberikannya pinjaman, yaitu dengan memenuhi janji dan membayarnya tepat pada waktunya. Kalau ia belum mampu bayar maka sampaikan dengan kata-kata yang baik dan permohonan maaf bahwa ia belum mampu bayar.
7.     Wajib membayar utang tepat waktu dan tidak menundanya
Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam bersabda, “Menunda-nunda (pembayaran utang) dari orang yang mampu adalah kedzaliman.” Shahih, HR. Bukhari, Muslim
8.     Memberi kabar kepada orang yang memberi utang jika belum mampu membayar
9.     Orang yang berutang harus mencari jalan keluar untuk melunasi utangnya
Tidak boleh diam saja atau berpangku tangan, dia harus berusaha keras menguras tenaga dan fikirannya bagaimana ia dapat melunasi utang-utangnya dengan cara yang baik. Jangan berputus asa, karena itu termasuk dosa besar dan sesat. Allah Ta’ala berfirman, “Tidak ada yang berputus asa dari rahmat Rabb-Nya, kecuali orang yang sesat.” QS. Al Hijr : 56
10.  Mendoakan kebaikan untuk orang yang meminjamkan sesuatu kepada kita dan berterima kasih
Adab-adab Orang yang Memberikan Utang
a.     Memberi kelapangan, kemudahan dan keringanan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam bersabda, “…Barang siapa memudahkan (urusan) orang yang kesulitan (dalam masalah utang), maka Allah memudahkan baginya (dari kesulitan) di dunia dan akhirat…” Shahih, HR. Muslim
b.     Bersikap baik dalam menagih utang
Apabila orang yang memberi utang datang meminta haknya, hendaklah ia bersikap lemah lembut dan berakhlak mulia dalam menagihnya. Janganlah membentak dan melontar cacian, laknat, dan lainnya terhadap orang yang berutang. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam bersabda, “Allah merahmati orang yang mudah ketika menjual, membeli, dan meminta haknya.” Shahih, HR. Bukhari dari Jabir bin ‘Abdillah radhiallahu’anhuma
c.     Memberikan tempo kepada yang tidak mampu bayar
Berdasarkan firman Allah, “Dan jika (orang yang berutang) itu dalam kesulitan, maka berilah tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Dan jika kamu menyedekahkan, itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” QS. Al Baqarah : 280
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam bersabda, “Barang siapa memberi tempo waktu kepada orang yang berutang yang mengalami kesulitan membayar utang, maka ia mendapatkan sedekah pada setiap hari sebelum tiba waktu pembayaran. Jika waktu pembayaran telah tiba kemudian ia memberi tempo lagi setelah itu kepadanya, maka ia mendapat sedekah pada setiap hari semisalnya.” Shahih, HR. Ahmad, Ibnu Majah, al-Hakim dari Buraidah radhiallahu’anhu
d.     Jika orang yang berutang tidak mungkin untuk membayar dan kita telah melihat keadaan keluarga dan usahanya maka yang terbaik adalah membebaskan utangnya
Sebagaimana firman Allah di atas, “…Dan jika kamu menyedekahkan, itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” QS. Al Baqarah : 280.
Dari Abu Qatadah radhiallahu’anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam bahwa beliau bersabda, “Barang siapa yang senang diselamatkan oleh Allah dari kesusahan pada hari Kiamat, maka hendaklah dia memberikan kemudahan kepada orang yang kesulitan membayar utang atau dia menghapuskan utang itu darinya.” Shahih, HR. Muslim
Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam bahwa beliau bersabda, “Barang siapa memberikan tempo kepada orang yang kesulitan membayar utang atau menghapuskan utang itu darinya, maka pada hari Kiamat Allah akan menaunginya di bawah naungan ‘Arsy-Nya pada hari dimana tidak ada naungan kecuali naungan-Nya.” Shahih, HR. at-Tirmidzi, lihat Shahih At-Targhib wat Tarhib
e.     Tidak boleh menarik manfaat atau keuntungan dari pinjamannya tersebut
Utang piutang tidak boleh mendatangkan keuntungan karena tujuan dari utang piutang adalah untuk memudahkan kaum muslimin, membantu mereka, dan menolong mereka, sedangkan manfaatnya bagi orang yang meminjamkan uang berarti ia telah berbuat baik dan mengharapkan pahala di sisi Allah Ta’ala. Misalnya : “Izinkan aku tinggal di rumahmu maka aku akan berikan pinjaman uang kepadamu” atau “Uang yang aku pinjamkan jika kamu ganti harus dilebihkan, misalnya pinjam Rp 500.000 harus diganti Rp 600.000 atau malah bunganya berlipat ganda setiap kali dia tidak mampu bayar” inilah yang diharamkan yaitu adanya riba/tambahan dalam transaksi pinjam meminjam.
Allah Ta’ala berfirman, “Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang-orang yang kemasukan setan karena gila…” QS. Al Baqarah : 275
Allah juga berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” QS. Al Baqarah : 278-279
Rasulullah bersabda, “Satu dirham hasil riba yang dimakan oleh seseorang sedangkan ia mengetahuinya, itu lebih berat (dosanya) daripada 36 kali berzina.” Shahih, HR. Ahmad, ath-Thabrani, dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih at-Targhib wat Tarhib
Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiallahu’anhuma, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam melaknat orang yang memakan riba, orang yang memberi makan riba (yakni : orang yang meminjam/utang dengan system riba), pencatat (transaksi) riba, dan saksi atas transaksi tersebut. Dan beliau bersabda, “Dosa mereka adalah sama.”” Shahih, HR. Muslim.
Beliau Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam juga bersabda, “Apabila riba dan zina telah merajalela dalam satu masyarakat, maka mereka telah menghalalkan adzab Allah atas diri mereka.” Hasan Lighairihi, HR. Al-Hakim dan ath-Thabrani
Inilah sedikit pembahasan yang dapat kami uraikan. Sebenarnya masih ada bab - bab lainnya yang berkenaan dengan utang, tetapi karena terbatasnya media mungkin di lain kesempatan kita akan coba bahas lebih luas lagi. Semoga Allah jadikan amal ini ikhlas karenaNya. Dan kepada Allah penulis mengharap ridho dan pahala. Wallahu a’lam. Washallallahu ‘ala nabiyyina Muhammadin.

“Sungguh beruntung orang yang masuk Islam, diberikan rezeki yang cukup, dan dia merasa puas dengan apa yang Allah berikan kepadanya” HR. Muslim

 
Maraji’ :
-      Ruh Seorang Mukmin Tergantung pada Utangnya oleh Al Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas hafidzahulllah
-      dll

Jumat, 03 Februari 2012

Kemulyaan dibalik Shalawat dan Salam kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam


Alhamdulillah, kita bersyukur kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas limpahan nikmat yang Allah Tabaroka Wa Ta’ala telah berikan kepada kita. Nikmat Iman, nikmat Islam, hidayah dan taufik serta nikmat dijauhkan dari mara bahaya.
Shalawat dan salam senantiasa kita haturkan kepada Nabi kita, Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam, keluarga beliau, sahabat beliau dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. Serta semoga limpahan rahmat dan ampunan Allah senantiasa tercurah kepada seluruh kaum muslimin.
Saudaraku kaum muslimin -pembaca yang dirahmati Allah- kita wajib mencintai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam dengan sepenuh hati melebihi kecintaan kita terhadap orang tua, istri, anak bahkan diri kita sendiri. Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam bersabda : “Tidak beriman salah seorang dari kamu sehingga aku lebih ia cintai dari anaknya dan orang tuanya, dan manusia seluruhnya.” Shahih, HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, dari jalan sahabat Anas bin Malik radhiallahu’anhu, dan dalam salah satu riwayat Imam Muslim dan an-Nasa’i : “Sehingga aku lebih ia cintai dari ahlinya (Bapaknya, Ibunya, Istrinya dan anak-anaknya) dan hartanya.” Hadits yang sama diriwayatkan juga dari jalan Abu Hurairah radhiallahu’anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam bersabda : “Demi Allah! Yang jiwaku ada ditangan-Nya! Tidak beriman salah seorang dari kamu sehingga aku lebih ia cintai dari orang tuanya dan anaknya.” Shahih, HR. Bukhari, an-Nasa i
Perintah untuk Mengucapakan Shalawat dan Salam kepada Beliau Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman : 
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” QS. Al Ahzab : 56
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Maksud ayat ini adalah bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengabarkan kepada hamba - hamba-Nya tentang kedudukan hamba dan Nabi-Nya (Muhammad) di sisi -Nya di langit di mana malaikat - malaikat bershalawat untuknya, lalu Allah Subhanahu Wa Ta’ala memerintahkan makhluk - makhluk yang ada di bumi untuk bershalawat dan salam untuknya, agar pujian tersebut berkumpul untuknya dari seluruh alam baik yang ada di atas maupun yang ada di bawah.”
Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata dalam buku “Jalaaul Afhaam”: “Artinya bahwa jika Allah dan malaikat -malaikat-Nya bershalawat untuk rasul-Nya, maka hendaklah kalian juga bershalawat dan salam untuknya karena kalian telah mendapatkan berkah risalah dan usahanya, seperti kemuliaan di dunia dan di akhirat.”
Ya Rasulullah, Kaifa Nusholli Alaik (Bagaimanakah (cara) Kami Bershalawat Kepadamu) ?
Insya Allah kami akan berikan beberapa contoh lafadz shalawat yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam berdasarkan hadits - hadits yang shahih.
Pertama, dari jalan Ka’ab bin ‘Ujrah, ia berkata : ‘Kami (para sahabat) pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam : ‘Bagaimana (cara) bershalawat kepada kamu (wahai) ahlul bait, karena sesungguhnya Allah telah mengajarkan kepada kami bagaimana (caranya) kami memberi salam (kepadamu) ?’ –dalam riwayat lain- : ‘Ya Rasulullah, sesungguhnya kami telah mengetahui bagaimana (caranya) kami mengucapkan salam kepadamu, maka bagaimanakah (cara) kami bershalawat kepadamu ?’ Beliau menjawab : “Ucapkanlah oleh kalian, Allahumma Sholli ‘Ala Muhammad Wa ‘Ala Ali Muhammad Kama Shollaita ‘Ala Ibrahim Wa ‘Ala Ali Ibrahim Innaka Hamidun Majid. Allahumma Baarik ‘Ala Muhammad Wa ‘Ala Ali Muhammad Kama Baarokta ‘Ala Ibrahim Wa ‘Ala Ali Ibrahim Innaka Hamidun Majid. (Ya Allah, berilah shalawat kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia. Ya Allah, berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia).”’’ Shahih, HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa i, Ibnu Majah, dll.
Kedua, dari jalan Abu Humaid As-Saa’idiy (ia berkata) : ‘Bahwasanya mereka (para sahabat) bertanya : ‘Ya Rasulullah, bagaimana (caranya) kami bershalawat kepadamu ?’ Jawab Beliau : “Ucapkanlah oleh kalian, Allahumma Sholli ‘Ala Muhammad Wa ‘Ala Azwaajihi Wa Dzurriyyatihi Kamaa Shollaita ‘Ala Ali Ibrahim. Wa Baarik ‘Ala Muhammad Wa ‘Ala Azwaajihi Wa Dzurriyyatihi Kamaa Baarokta ‘Ala Ali Ibrahim. Innaka Hamidun Majid. (Ya Allah, berilah shalawat kepada Muhammad dan kepada istri-istri beliau dan keturunannya, sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada keluarga Ibrahim. Ya Allah, berkahilah Muhammad dan istri-istri beliau dan keturunannya, sebagaimana Engkau telah memberkahi keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia).”’ Shahih, HR. Imam Malik, Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dll.
Ketiga, dari Jalan Abi Mas’ud al-Anshariy, ia berkata : ‘Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam datang kepada kami sedang kami berada di majelis Sa’ad bin ‘Ubadah. Kemudian Basyir bin Sa’ad bertanya kepada beliau : ‘Allah Ta’ala telah memerintahkan kepada kami bershalawat kepadamu ya Rasulullah, maka bagaimanakah (caranya) kami bershalawat kepadamu ?’ Kata Abi Mas’ud. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam diam sehingga kami ingin kalau sekiranya ia (Basyir bin Sa’ad) tidak bertanya kepada beliau. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam bersabda : “Ucapkanlah oleh kalian, Allahumma Sholli ‘Ala Muhammad Wa ‘Ala Ali Muhammad Kama Shollaita ‘Ala Ali Ibrahim Wa Baarik ‘Ala Muhammad Wa ‘Ala Ali Muhammad Kama Baarokta ‘Ala Ali Ibrahim Fil ‘Alamina Innaka Hamidun Majid. (Ya Allah, berilah shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberi shalawat kepada keluarga Ibrahim. Dan berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberkahi keluarga Ibrahim atas sekalian alam, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia)” (Kemudian di akhirnya Rasulullah bersabda) : “Dan Salam sebagaimana kamu telah mengetahui(nya). (Yakni mengucapkan salam kepada Nabi di waktu tahiyyat : As-Salamu ‘Alaika Ayyuhan Nabiy-yu Warahmatullahi Wabarakatuh)” Shahih, HR. Imam Malik, Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa i, Ahmad, dll.
Keempat, dari jalan Abi Sa’id Al-Khudriy, ia berkata : ‘Kami (para sahabat) bertanya : ‘Ya Rasulullah, ini taslim (mengucapkan salam kepadamu kami telah mengetahuinya), maka bagaimanakah (cara) kami bershalawat kepadamu ?’ Beliau bersabda : “Ucapkanlah oleh kalian, Allahumma Sholli ‘Ala Muhammadin ‘Abdika Wa Rasulika, Kama Shollaita ‘Ala Ali Ibrahim. Wa Baarik ‘Ala Muhammad Wa ‘Ala Ali Muhammad, Kama Baarokta ‘Ala Ali Ibrahim.” Dalam riwayat lain : “Kama Baarokta ‘Ala Ibrahim Wa ‘Ala Ali Ibrahim.” (Ya Allah, berilah shalawat kepada Muhammad hambaMu dan RasulMu sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada Ibrahim. Dan berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim).’ Shahih, HR. Bukhari, an-Nasa i, Ibnu Majah, ath-Thahawiy dan al-Baihaqiy
Kelima, dari jalan Abu Hurairah, ia berkata : ‘Kami (para sahabat) bertanya (kepada Nabi) : ‘Ya Rasulullah, bagaimanakah (caranya) kami bershalawat kepadamu ?’ Beliau bersabda : “Ucapkanlah oleh kalian, Allahumma Sholli ‘Ala Muhammad Wa ‘Ala Ali Muhammad, Wa Baarik ‘Ala Muhammad Wa ‘Ala Ali Muhammad, Kama Shollaita Wa Baarokta ‘Ala Ibrahim Wa Ali Ibrahim, Innaka Hamidun Majid.” (Ya Allah, berilah shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, dan berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah bershalawat dan memberkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia).’ Kemudian Nabi bersabda : “Dan (ucapan) salam sebagaimana kamu telah mengetahui(nya).” (Yakni mengucapkan salam kepada beliau di waktu tahiyyat : “Assalamu ‘Alaika Ayyuhan Nabiyyu Warahmatullahi Wabarakatuh”).” Shahih, HR. Imam ath-Thahawiy dan Imam an-Nasa i
Keenam, dari jalan Thalhah bin ‘Ubaidullah, ia berkata : ‘Kami (para sahabat) bertanya : ‘Ya Rasulullah, bagaimanakah (caranya) bershalawat kepadamu ?’ Beliau menjawab : “Allahumma Sholli ‘Ala Muhammad Wa ‘Ala Ali Muhammad, Kama Shollaita ‘Ala Ibrahim Wa Ali Ibrahim, Innaka Hamidun Majid. Wa Baarik ‘Ala Muhammad Wa ‘Ala Ali Muhammad, Kama Baarokta ‘Ala Ibrahim Wa Ali Ibrahim, Innaka Hamidun Majid.” (Ya Allah, berilah shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia. Dan berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia)’ Shahih, HR. Imam Ahmad, an-Nasa i dan Imam Abu Nu’aim.
Di dalam hadits - hadits shalawat di atas ada satu faedah yang sangat penting sekali yaitu bahwa Sunnah atau hadits sebagai penafsir atau yang memberikan bayan/penjelasan terhadap Al Quran. Dimana Allah Jalla Wa ‘Ala telah perintahkan orang-orang mukmin untuk bershalawat dan mengucapkan salam kepada Nabi-Nya. Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam memberikan bayan kepada umatnya bagaimana cara mengucapkan shalawat dan salam kepada beliau. Dan perhatikan wahai saudaraku -kaum muslimin yang dirahmati Allah-, bagaimana cara beragama dari para sahabat radhiallahu’anhum ajma’in. Ketika datang perintah dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala untuk bershalawat kepada Nabi-Nya, maka mereka bertanya dahulu kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam untuk meminta penjelasan kepada beliau. Karena beliau adalah Rasulullah (Utusan Allah), yang paling paham mengenai agama yang haq ini. Wallahu a’lam.
Keutamaan Mengucapkan Shalawat dan Salam kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam
1.     Allah akan bershalawat (memberikan rahmat) kepada kita 10 kali
Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, ia berkata : Bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam telah bersabda : “Barang siapa yang bershalawat kepadaku satu kali (saja) niscaya Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali.” Shahih, HR. Muslim
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash radhiallahu’anhuma, bahwasanya ia mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam bersabda : “Barang siapa membaca shalawat kepadaku satu kali, Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali.” Shahih, HR. Muslim
2.     Akan dihapuskan 10 kesalahan kita
Haditsnya ada pada keterangan selanjutnya.
3.     Serta diangkat 10 derajat oleh Allah
Dari Anas bin Malik radhiallahu‘anhu, ia telah berkata : Telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam : “Barang siapa yang bershalawat kepadaku satu kali shalawat (saja), niscaya Allah akan bershalawat kepadanya 10 kali dan dihapuskan darinya 10 kesalahan serta diangkat baginya 10 derajat.” Shahih, HR. an-Nasa i, al-Bukhari di kitabnya “Adabul Mufrad”, Ibnu Hibban, al-Hakim.
4.     Malaikat - malaikat yang berjalan di muka bumi menyampaikan salam kita kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam
Dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiallahu’anhu, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam : “Sesungguhnya Allah ‘Azza Wa Jalla mempunyai Malaikat – Malaikat yang berjalan di muka bumi untuk menyampaikan salam dari umatku (kepadaku).” Shahih, HR. an-Nasa i, Ahmad, ad-Daarimi, Ibnu Hibban dan Imam al-Hakim.akimHak
5.     Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam menjawab salam kita
Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu (ia berkata) : Bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam telah bersabda : “Tidak seorangpun yang memberi salam kepadaku melainkan Allah mengembalikan kepadaku ruhku sehingga aku dapat menjawab salamnya.” Hasan, HR. Abu Dawud, Ahmad dan al-Baihaqiy
6.     Shalawat kita kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam akan sampai kepada beliau dimanapun kita berada
Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam : “Janganlah kamu jadikan rumah - rumah kamu sebagai kuburan dan janganlah kamu jadikan kuburku sebagai ‘ied (tempat perayaan yang didatangi pada waktu-waktu tertentu), dan bershalawatlah kepadaku, sesungguhnya shalawat kamu akan sampai kepadaku di mana saja kamu berada.” Shahih, HR. Abu Dawud, Ahmad
7.     Akan dicukupi oleh Allah, maksud atau keinginan – keinginan kita
Dari Ubay bin Ka’ab radhiallahu’anhu, ia berkata : Biasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam apabila telah lewat sepertiga malam (yang awal), beliau bangun dan bersabda : “Wahai manusia! Ingatlah Allah! Ingatlah Allah! Akan datang tiupan pertama (yakni kematian seluruh makhluk), yang diiringi dengan tiupan kedua (yakni kebangkitan makhluk pada hari kiamat). Akan datang kematian dengan apa-apa yang ada padanya, (dan) akan datang kematian dengan apa-apa yang ada padanya (yakni kesusahan di waktu mati dan fitnah kubur).” Berkata Ubay : ‘Aku pun bertanya, ya Rasulullah, sesungguhnya aku hendak memperbanyak shalawat kepadamu, maka berapakah aku jadikan (shalawat) untukmu dari do’aku ?’ Beliau menjawab : “Sesukamu.” Aku bertanya lagi : ‘Seperempatnya ?’ Jawab beliau : “Sesukamu, tetapi jika engkau tambah lebih baik bagimu.” Aku bertanya lagi : ‘Setengahnya ?’ Beliau menjawab : “Sesukamu, tetapi jika engkau tambah lebih baik bagimu.” Aku bertanya lagi : ‘Dua per tiganya ?’ Jawab Beliau : “Sesukamu, tetapi jika engkau tambah lebih baik bagimu.” Aku bertanya lagi : ‘Aku akan jadikan (shalawat) untukmu di seluruh do’aku ?’ Beliau bersabda : “Kalau begitu, niscaya akan dicukupi maksud -maksud / keinginan-keinginanmu.” (Dalam riwayat lain beliau bersabda : “Kalau begitu, niscaya Allah Tabaroka Wa Ta’ala akan mencukupi maksud - maksudmu dari (urusan-urusan) duniamu dan akhiratmu dan akan diampunkan dosa-dosamu.”) Hasan, HR. Tirmidzi, Ahmad, al-Hakim, al-Baihaqiy, dll
Semoga yang sedikit ini bermanfaat bagi penulis dan seluruh kaum muslimin. Kepada Allah kami mengharap pahala dan ridho-Nya. Semoga Shalawat dan Salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam. Wallahu a’lam. Washallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin.

Maraji’ :
-      Sifat Shalawat dan Salam kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam oleh Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat hafidzohullah
-      Keutamaan Shalawat untuk Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam oleh Penerbit Darul Qosim
-      dll